Pembahasan lengkap Tentang Metode penanganan gangguan disosiatif, Artikel ini merupakan lanjutan dari pembahasan Makalah KesehatanGangguan Disosiatif bagian Ke tiga. Pada bagian kedua Kita telah membahas tentang Gangguan Depersonalisasi. Untuk anda yang sedang membutuhkan makalah lengkap diharapkan menyimak secara keseluruhan dari bagian 1, 2,3 dan 4.
D. Penanganan Gangguan Disosiatif
1. Identitas Disosiatif
Psikoanalisis berusaha membantu orang yang menderita
gangguan kejiwaan identitas disosiatif untuk mengungkapkan dan belajar mengatasi trauma-trauma masa kecil. Mereka sering merekomendasikan membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter. Setiap dan semua kepribadian dapat diminta untuk berbicara tentang memori dan mimpi-mimpi mereka sebisa mereka. Setiap dan semua kepribadian dapat diyakinkan bahwa terapis akan membantu mereka untuk memahami kecemasan mereka untuk membangkitkan pengalaman traumatis mereka secara aman dan menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut disadari.
Menurut Wilbur, kecemasan yang dialami saat sesi akan menyebabkan perpindahan kepribadian. Bila terapi berhasil, self akan mampu bergerak melalui ingatan traumatis dan tidak lagi perlu melarikan diri ke dalam self pengganti untuk menghindari kecemasan yang diasosiasikan dengan trauma, sehingga terjadi integrasi kepribadian (Maldonado, dkk, 1998)
Amnesia dan fugue disosiatif : Berfokus pada penanganan kecemasan atau depresinya.
2. Penanganan Fugue Disosiatif
Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
3. Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi
A. Terapi kesenian kreatif.
Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
B.Terapi kognitif.
Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
C. Terapi obat.
Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
D. Hypnoterapi atau hipnotis sugesti
Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari
penanganan pada gangguan disosiatif. Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis.
Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. Selain itu, kita juga bisa melakukan pencegahan. Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif.
Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
4. Penanganan Amnesia Disosiatif
Gangguan disosiatif merupakan produk akhir dari pengalaman traumatis yang kuat pada masa kanak-kanak, khususnya mencakup penyiksaan atau bentuk lain dari kesalahan penanganan emosi. Walaupun demikian, sebagai tambahan pengalaman kekerasan pasa masa kanak-kanak, beberapa jenis peristiwa traumatis juga dapat menghasilkan pengalaman disosiatif, bebrapa yang bersifat sementara dan beberapa lainnya berakhir dalam jangka waktu yang lama (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
Macam-macamTreatment untuk gangguan disosiatif, karena sebagian besar karena kondisinya juga bervariasi. Tujuan utama dalam memberika
treatment terhadap orang dengan symptom-simptom disosiatif adalah dengan membawa kestabilan dan integrasi dalam hidup mereka.
Hal yang penting dalam treatment mereka adalah membangun sebuah lingkungan yang aman, jauh dari stressor yang mengancam yang mungkin dapat membangkitkan disosiasi. Pada keamanan dalam konteks treatment, klinisi akan mengenalkan teknik yang menenangkan, beberapa bersifat psikoterapeutik dan yang lain bersifat psikofarmakologis. Beberapa klinisi akan menambah obat dan intervensi, juga dapat membantu meningkatkan kondisi tenang.
Obat yang paling umum digunakan adalah sodium pentobarbital dan sodium amobarbital yang memfasilitasi proses wawancara, khususnya pada klien yang mengalami amnesia disosiatif dan fugue disosiatif. Jika amnesianya telah hilang, maka klinisi akan membanti klien menemukan kejadian apa dan factor-faktor apa yang menyebabkan amnesia (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998)
Gangguan disosiatif menyajikan kesempatan unik menghargai kompleksitas pikiran manusia dan variasi cara yang tak biasa ketika beberapa orang merespons pengalaman-pengalaman hidup yang penuh tekanan. Penting untuk mengingat bahwa gangguan amnesia dan fugue sangat jarang terjadi dan sulit untuk diterapi, meskipun penjelasan yang saat ini ada bergantung pada perspektif psikologis (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998)
5. Penanganan Depersonalisasi
Karena
gangguan disosiatif tampaknya dipicu sebagai respon terhadap trauma atau pelecehan, Pengobatan untuk individu dengan gangguan tersebut adalah psikoterapi stress, meskipun kombinasi perawatan psychopharmacological dan psikososial sering digunakan. Banyak
gejala gangguan disosiatif terjadi dengan gangguan lain, seperti kecemasan dan depresi, dan dapat dihilangkan dengan mengatasi penyebab dari kecemasan dan depresi.
Sedangkan obat yang sama digunakan untuk kecemasan dan depresi (misalnya, anti ansietas obat atau antidepresan) sering diresepkan untuk orang dalam pengobatan untuk gangguan disosiatif, gejala kecemasan dan depresi juga bisa mendapatkan keuntungan dari psikoterapi.
Pengobatan gangguan Depersonalisasi meliputi:
A. Konseling psikologis
Konseling psikologis akan membantu pasien memahami mengapa terjadi depersonalisasi dan melatih pasien untuk berhenti khawatir mengenai gejala yang terjadi. Gangguan depersonalisasi juga dapat membaik ketika konseling membantu dengan kondisi psikologis lain, seperti depresi (Maldonado, Butler, dan Speigel, 1998).
B. Pemberian Obat-obatan Khusus
Meskipun tidak ada obat khusus yang telah disetujui untuk mengobati gangguan depersonalisasi. Namun, sejumlah obat yang umumnya digunakan untuk mengobati depresi dan kecemasan juga dapat membantu kondisi gangguan depersonalisasi. Beberapa contoh yang telah ditunjukkan untuk meredakan gejala tersebut termasuk:
B.1. Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine adalah salah satu obat diandalkan untuk pengobatan depresi. mekanisme aksi dari Fluoxetine adalah dengan meningkatkan tingkat serotonin dalam otak. bahwa Pasien dengan Depresi memiliki tingkat serotonin dalam otak mereka. Fluoxetine memudahkan gejala depresi dengan memperlakukan ketidakseimbangan serotonin dalam otak (Butcher, dkk, 2008).
B.2. Clomipramine (Anafranil)
Anafranil 10 mg merupakan obat antidepresan yang mengandung Clomipramine 10 mg. Anafranil termasuk ke dalam kelas tricyclic antidepressant (TCA). Clomipramine merupakan penghambat selektif kuat dari reuptake serotonin, antagonis dari reseptor histamin H1, reseptor asetilkolin, dan reseptor adrenergik a1 (Butcher, dkk, 2008).
Anafranil digunakan untuk penanganan gangguan obsesif kompulsif, Gangguan depresi menyeluruh, Gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, Gangguan dismorfik tubuh, Ejakulasi dini, Gangguan nyeri kronis dengan atau tanpa penyakit organik, paling sering berupa nyeri kepala (Butcher, dkk, 2008).
Anafranil tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi atau hipersensitivitas pada Clomipramine, atau golongan trisiklik antidepresan lainnya. Pasien dengan riwayat serangan jantung, pasien dengan gangguan irama jantung, pasien dengan gangguan manik, pasien dengan gagal hati berat, pasien dengan glukoma, pasien dengan gangguan ginjal berat atau gangguan mikturisi (buang air kecil).
Penggunaan Anafranil pada ibu hamil berkaitan dengan adanya kelainan jantung congenital pada janin, dan berkaitan dengan gejala putus zat pada bayi baru lahir. Anafranil juga dapat masuk ke dalam air susu ibu, sehingga ibu menyusui dilarang menggunakan obat ini (Butcher, dkk, 2008)..
Efek Samping Pengobatan Gangguan Disosiatif
Efek samping yang paling sering ketika menggunakan Anafranil adalah mual, muntah, mulut kering, gangguan penglihatan, konstipasi, peningkatan nafsu makan, peningkatan berat badan, pusing berputar, nyeri kepala, rasa mengantuk, gelisah, dan gangguan ereksi/impotensi.
Efek samping yang jaarang terjadi di antaranya adalah kelemahan otot, gangguan berbicara, kelumpuhan sesaat, gangguan ingatan, gangguan tidur, gangguan manik, gangguan cemas, pembesaran payudara, galaktorea (keluar air susu), gangguan keseimbangan, gangguan irama jantung dan peningkatan tekanan darah (Butcher, dkk, 2008).
Dosis Pemberian Pengobatan Yang Di Anjurkan
Penggunaan Anafranil dapat digunakan dalam rentang dosis 25 mg hingga 200 mg per hari dalam dosis terbagi, obat ini dikonsumsi dalam keadaan perut terisi atau setelah makan guna mengurangi efek samping pada saluran makan.
Pada pasien yang baru menggunakan Anafranil dapat dimulai dengan dosis ringan 10 mg per hari dua hingga tiga tablet, kemudian ditingkatkan dosisnya secara bertahap. Memberhentikan penggunaan Anafranil harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan penurunan dosis hingga akhirnya berhenti, hal ini dilakukan untuk mencegah ketergantungan dan munculnya gejala putus zat (Butcher, dkk, 2008)..
Clonazepam (Klonopin)
Klonopin mengandung clonazepam. Clonazepam digunakan sendiri atau bersama-sama dengan obat lain untuk mengobati kejang tertentu atau gangguan kejang, misalnya, sindrom Lennox Gastaut, akinetic atau kejang mioklonik). Hal tersebut juga digunakan untuk mengobati gangguan panik pada beberapa pasien. Clonazepam adalah termasuk golongan benzodiazepin.
Benzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang disebut sebagai depresan sistem saraf pusat (SSP), yang adalah obat untuk memperlambat sistem saraf. Fungsi dari obat ini ialah untuk mengatasi gangguan kejang dan gangguan panik. Obat tersebut hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (Butcher, dkk, 2008).
BAB III ASKEP DISOSIATIF
Asuhan keperawatan tentang Disosiatif akan dilanjutkan pada bagian 4 atau halaman selanjutnya. Karena pembahasan diatas menyangkut Penanganan Gangguan Disosiatif sudah terlalu panjang. Pada pembahasan selanjutnya juga akan kami jabarkan termasuk di dalamnya referensi dan sumber bacaan dalam pembuatan postingan dan makalah kesehatan psikologi gangguan disosiatif ini. silahkan simak pembahasannya disini : Asuhan keperawatan Disosiatif . Terima kasih semoga bermanfaat.